Kepala MTs Miftahul Huda Bengkalis bongkar tabungan
Guru Honorer bergaji Rp 500 ribu sebulan
Operasional sekolah bertumpu pada dana BOS - Syafrizal, Kepala SLB Sekar Meranti
Meranti - Hingga pertengahan Februari 2020, dana Biaya Operasional Sekolah (BOS), belum juga cair. Walhasil, sejumlah kepala sekolah di Riau, pontang-panting mencari dana talangan. Bahkan, ada juga kepala sekolah yang terpaksa memakai tabungan pribadinya untuk operasional sekolah.
Bukan tahun ini saja dana BOS telat cair di awal tahun. Pada tahun-tahun sebelum nya juga terlambat, bahkan bisa sampai lima bulan atau lebih, seperti yang dialami Syafrizal, Kepala Sekolah Luar Biasa (SLB) Sekar Meranti di kecamatan Rangsang Barat, Kepulauan Meranti. Akibat dana BOS belum cair, ia terpaksa meminjam ke sana-sini untuk bisa menalangi operasional sekolah. "Karena kita tidak ada pemasukan lain, jadi untuk operasional sekolah sepenuhnya kita bertumpu melalui dana BOS," ungkap Syafrizal, Jum'at (14/2).
Bahkan Syafrizal juga tidak bisa berharap banyak melalui komite sekolah. "Bahkan untuk honor komite itu juga masuk di dana BOS," katanya. Syafrizal mengatakan, setiap peserta didik di sekolahnya tidak dipungut biaya. Hal ini karena orangtua di daerah tersebut tidak mampu untuk membayar uang sekolah anaknya. "Bila kita pungut biaya maka anak-anak tersebut tidak bersekolah lagi. Jadi kita murni bagaimana agar para anak-anak disini dapat bersekolah," jelas Syafrizal.
Ia harus menjemput beberapa anak didiknya sebelum berangkat ke sekolah menggunakan becak barang miliknya setiap hari. "Pernah kita minta bantuan kepada orangtua untuk bisa setidaknya membelikan minyak membelikan minyak untuk antar jemput, tapi orang tuanya bilang untuk makan saja susah," ungkap Syafrizal. Untuk menalangi operasional sekolahnya saja Syafrizal harus melakukan berbagai cara, mulai dari melakukan pinjaman kepada pihak lain, ataupun berhutang dengan toko penyedia Alat Tulis Kantor (ATK). Untuk ATK kita terpaksa ngebon dengan toko ATK, yang kita bon pensil, buku tulis dan lainnya. Untuk kekurangannya kita terpaksa minjam dengan keluarga, kata Syafrizal.
Menanggapi pola pencairan dana BOS menjadk tiga tahap, menurutnya, bakal semakin memperburuk keadaab. "Ini tentu semakin mempersulit kita, karena dana BOS itu harapan kita untuk melaksanakan operasional sekolah," tuturnya.
Di SLB Sekar Meranti ada 10 guru termasuk Syafrizal. Setiap penyaluran dana BOS, pihaknya menerima Rp 24 juta. "Itu untuk membiayai operasional sekolah dan gaji guru yang kita bagi sama rata," ujar Syafrizal.
Keadaan bahkan semakin parah ketika kondisi sekolah juga saat ini sudah mulai rusak. Saat ini bangunan yang terbuat dari papan berukuran 5x10 meter suda mulai rusak. Tiang penyangga bangunan sudah lapuk dan keropos. Bangunan baru dibutuhkan selain untuk kelancaran proses belajar mengajar, juga untuk menampung siswa berkebutuhan khusus yang saat ini jumlahnya sudah mulai banyak di daerah tersebut. "Sekarang jumlah siswa yang sudah masuk Data Pokok Pendidikan (Dapodik) 45 orang. Masih ada 10 orang lagi, usianya belum bisa masuk SD. Sementara, ruang belajar sudah mulai rusak," tutur Syafrizal.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kepulauan Meranti Nuriman saat dimintai tanggapan terkait persoalan ini mengaku tidam bisa berkomentar banyak. Dirinya mengatakan untuk dana BOS memang ada prosedur yang memang disusun oleh pemerintah pusat. "Ada prosedur ada persyaratan, kan tidak semudah yang dibayangkan, sekolah harus menyiapkan rencana belanjanya seperti apa, karena pusat sekarang lebih ketat," ujar Nuriman.
Diberitakan sebelumnya, Kementrian Keuangan (Kemenkeu) merombak skema penyaluran dana BOS pada 2020 ini. Anggaran BOS ditetapkan sebesar Rp 54,32 Triliun atau naik 6,35% dibandingkan 2019.
Perubahan skema berlaku untuk seluruh sekolah di Indonesia, terutama kepada sekolah negeri dan beberapa swasta yang menerima. Perubahan yang terjadi adalah pada besaran unit cost. Sekolah Dasar (SD) menjadi Rp 900 ribu per anak dari yang sebelumnya Rp 800 ribu.
Lalu, Sekolah Menengah Pertama (SMP) menjadi Rp 1,1 juta per anak dari yang sebelumnya Rp 1 juta. Sedangkan untuk Sekolah Menengah Atas (SMA) menjadi Rp 1,5 juta per anak dari sebelumnya Rp 1,4 juta, dan untuk SMK tetap sama yaitu Rp 2 juta per anak.
Terkait skema penyalurannya, Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini juga mengungkapkan perubahannya, yaitu menjadi 3 tahap dari sebelumnya 4 tahap. Pada skema baru ini besaran tahap I adalah 30%, tahap II 40%, dan tahap III 30%. Pencairan tahap I paling cepat pada Januari, tahap II paling cepat April dan tahap III September mendatang. Kementrian Pendidikan Nasional juga menerapkan beberapa perubahan skema yang akan diimplementasikan dalam penyaluran dana BOS tahun 2020, antara lain Kementrian Keuangan langsung mentransfer dana BOS ke masing-masing sekolah. Tidak hanya itu, perubahan lainnya adalah penetapan SK sekolah penerima dilakukan oleh pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. Sebelumnya, penetapan SK sekolah penerima dilakukan pemerintah daerah.
Selanjutnya, dana BOS juga bisa digunakan untuk pembayaran guru honorer yang memiliki Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK) maksimal 50%. Intinya bukan untuk membiayai guru honorer baru. Sebelumnya, pembayaran maksimal hanya 15% di sekolah negeri, dan 30% di sekolah swasta.
Skema yang terakhir, kata Nadiem adalah tidak ada alokasi maksimal maupun minimal pemakaian dana BOS untuk buku maupun pembelian alat multimedia. Sebelumnya, pembelian buku dibatasi sebesar 20%, dan pembelian alat multimedia ditentukan kualitas dan kuantitas.
Tak hanya Syafrizal yang kelimpungan, Rosiman, Kepala Sekolah Madrasah Tsanawiyah (MTs) Miftahul Huda di Bengkalis, terpaksa harus berjuang untuk membiayai operasional sekolah saat memasuki awal tahun. Bahkan, hingga dua bulan awal setiap tahun, Rosiman harus rela memakai tabungan pribadinya untuk membiayai operasional sekolah.
Kadang dirinya harus meminjam dari temannya karena tabungan pribadinya tidak mencukupi. Pasalnya, dana BOS merupakan tumpuan utama bagi madrasahnya dalam menjalankan operasional sekolah. Sehingga ketika dana ini tidak cair tentu harus ditanggulangi terlebih dahulu agar kegiatan sekolah tetap berjalan. 'Biasanya kami gunakan dulu kas sekolah. Kalau sudah tidak ada lagi kita sebagai kepala madrasahlah yang harus berkorban menanggulangu sementara," ungkap Kepala Sekolah MTs di Desa Tasik Serai, Tualang Mandau.
Menurut dia, meskipun tidak banyak Rosiman biasanya menggunakan tabungan pribadinya untuk operasional sekolah ini. Kalau sudah habis juga tabungan ini, baru dicarikan pinjaman kepada donatur yang mau meminjamkan. "Awal tahun biasanya seperti ini yang harus kita tanggulangi hingga Februari," ungkapnya.
Untuk tahun ini hasil rapat di kabupaten kemarin, dana BOS baru akan diterima sekolah paling lambat dua minggu lagi. Sama seperti tahun sebelumnya di Februari akhir baru bisa digunakan dana BOS. Meskipun hanya dua bulan, operasional yang harus ditalangi Rosiman perbulannya diawal tahun tidak sedikit. Paling sedikit 5 sampai 10 juta perbulannya yang harus dicarikannya untuk operasional sekolahnya. "Ini yang kita carikan menjadi langganan setiap tahunnya di bulan Januari dan Februari setiap tahunnya. Biasanya kita minjam dengan teman kita yang mampu," ungkapnya. Ia bercerita meskipun dirinya sebagai Kepala Sekolah disana, namun statusnya hanya sebagai guru honorer daerah. Dengan gaji perbulannya sebesar Rp 500 ribu.